Minggu, 27 Juli 2014

Tempat Tidur Rasulullah Saw



Bismillahirrohmanirrohiim

Aisyah berkata: Seorang wanita dari kaum Anshar datang kepadaku,
lalu ia melihat tempat tidur Rasul Saw. adalah sebuah mantel yg
dilipat Maka ia pulang, lalu ia mengirimkan tempat tidur yg berisi
kapas kepadaku.
Ketika Rasul Saw. datang kepadaku dan melihat
tempat tidur itu Beliau Saw. bertanya, “Apa ini, wahai Aisyah?”
“Wahai Rasul, seorang wanita kaum Anshar datang kepadaku. Ia
melihat tempat tidurmu…”
maka ia pun pulang dan mengirimkan
tempat tidur ini kepadaku,” jawab Aisyah.

“Kembalikan tempat tidur itu,” perintah beliau kepadaku,
seperti tdk
suka dgn pemberian itu.

Namun aku tdk segera mengembalikannya,
krn aku suka dgn tempat tidur itu
Hingga beliau memerintahku sebanyak 3 kali, lalu beliau berkata, “Kembalikanlah tempat tidur itu, wahai Aisyah. Demi Allah
seandainya aku ingin, maka Allah Swt. akan menjalankan gunung
emas dan perak bersamaku.”

[kita simak riwayat lainnya…]

Aisyah pernah ditanya, “Apakah tempat tidur Rasul Saw. di dalam rumahmu?”
“Dari kulit yg berisi rumput kering.” jawabnya Ketika Hafshah ditanya,
“Apakah tempat tidur Rasul?” Ia menjawab, “Kain kasar yang dilipat 2 kali, lalu beliau tidur di
atasnya.” Suatu malam aku pernah melipat kain itu 4 kali utk memberi
kebaikan kpd beliau Saw. maka ketika pagi datang, beliau bertanya…
“Tempat tidur apakah yang engkau persiapkan untukku malam tadi?”
Aku menjawab, “Itu adalah tempat tidurmu, namun aku telah
melipatnya dengan 4 lipatan agar engkau tidur lebih nyenyak.”

Beliau Saw. berkata kepadaku “Engkau kembalikan tempat tidur itu
pada keadaannya semula, karena ia menghalangiku menunaikan
shalat tadi malam.”
Subhanallah ...

Rabu, 12 Maret 2014

Keutamaan Ilmu daripada Harta


Bismillahirrohmanirrohiim

Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA, memberikan gambaran sepuluh tentang keutamaan ilmu daripada kebendaan yaitu:

1. Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan dari Fir’aun, Qarun, dan lain-lain.

2. Ilmu selalu menjaga orang yang mempunyainya, sedangkan harta dijaga oleh orang yang mempunyainya.

3. Orang yang berilmu banyak mempunyai teman, sedangkan orang yang berharta mempunyai banyak lawan.

4. Ilmu apabila diberikan kepada orang lain akan bertambah sedangkan harta bila diberikan akan berkurang.

5. Ilmuwan sering dipanggil alim, ulama, dan lain-lain. Sedangkan hartawan sering dipanggil bakhil, kikir, dan lain-lain.

6. Pemilik ilmu akan menerima syafaat pada hari kiamat, sedangkan pemilik harta dimintai pertanggungjawabannya.

7. Ilmu apabila disimpan tidak akan habis, sedangkan harta bila disimpan akan usang dan lapuk.

8. Ilmu tidak usah dijaga dari kejahatan, sedangkan harta selalu dijaga dari kejahatan.

9. Ilmu tidak memerlukan tempat, sementara harta memerlukan tempat.

10. Ilmu akan menyinari hati hingga menjadi terang dan tenteram, sedangkan harta akan mengeraskan hati.

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak diperkenankan.” Aamiin.

Jumat, 07 Maret 2014

Al-Khaidir di Mata Kaum Sufi


Mursyid Terbaik Yang Sangat Misterius

Kalau ada manusia paling misterius di muka bumi ini, maka al-Khidirlah orangnya. Beliau tokoh yang amat terkenal, tapi jejaknya lepas dari pengamatan sejarah. Hanya cerita pribadi dari mulut ke mulut, tak meninggalkan bukti sejarah apapun. Bahkan, meski memiliki kisah yang unik dengan Nabi Musa, kitab Taurat maupun Injil tidak menceritakannya. Kisah itu hanya diceritakan dalam al-Qur’an, meski tak secara langsung disebutkan namanya.

Sisi misterius memang memainkan peran tersendiri dalam membentuk ketokohan al-Khidir. Atas dasar itu, kalangan sufi menyebutnya sebagai tokoh rijâlul ghaib. Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyatakan, “Di antara para wali ada orang yang sudah fanâ’ (menghilang) dari kebutuhan makan dan minum, menghindar dari umat manusia dan tak terlihat oleh pandangan mata mereka, ia diberi umur panjang, tidak mati-mati, seperti al-Khidir alaihis salam….”

Dalam banyak hal, kisah beliau bersama Nabi Musa menjadi sumber inspirasi kehidupan batin para sufi, meski dalam beberapa hal pula, ada beberapa oknum dari kelompok sufi yang salah paham, dan justru menganggap kisah tersebut sebagai perseteruan antara ilmu zahir dan ilmu batin, atau antara syariat dan hakikat. Bahkan, atas dasar kisah itu, aliran Bathiniyah beranggapan bahwa syariat hanya berlaku untuk para nabi dan kalangan awam, tidak berlaku untuk kalangan wali atau kalangan khawâsh.

Al-Khidir memang begitu lekat dengan benak kaum sufi. Syekh Muhammad al-Kasanzan, Khalifah Tarekat Qadiriyah dunia pada akhir Abad 14 Hijriah, menyatakan bahwa al-Khidir adalah ramzun lit-tharîq al-mûshil ilal-hayât al-khadhrâ’ al-abadiyah. Berarti dalam anggapan beliau, al-Khidir adalah semacam perlambang bagi jalan tasawuf.

Menurutnya, kata “khidr” adalah lambang kehidupan. Khidir memiliki akar kata yang sama dengan khudrah yang berarti hijau. Hijau adalah lambang kehidupan. Secara jasmani beliau hidup dalam masa yang panjang, dan secara ruhani beliau adalah lambang kehidupan batin.

Kenyataannya, al-Khidir memang menjadi ikon yang tak tergantikan dalam perjalanan kehidupan sufistik. Kisah para tokoh sufi, baik para wali yang masyhur di tingkat dunia ataupun para wali yang masyhur di tingkat lokal, nyaris tak pernah lepas dari dengan “bumbu” kedatangan beliau. Bahkan, beliau terkesan seperti menjadi pemberi stempel bagi status kewalian.

Karena banyaknya pengalaman mistik para sufi dengan al-Khidir ini, maka mereka menjadi kelompok yang paling gigih dalam membela pandangan teologis bahwa al-Khidir masih hidup. Bagi kalangan sufi, keberadaan al-Khidir adalah nyata dan bersentuhan langsung dengan dunia empiris mereka.

Dalam referensi-referensi tasawuf tidak terlalu sulit menemukan kisah-kisah pertemuan para sufi dengan al-Khidir u. Seperti dalam kisah-kisah Umar bin Abdil Aziz, Ibrahim bin Adham, Abdullah bin al-Mubarak, al-Junaid al-Baghdadi, al-Khawwash, Ahmad ar-Rifa’i, dan tokoh-tokoh sufi masyhur yang lain.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani, tercatat memiliki kisah yang cukup banyak dengan Al-Khidir. Al-Khidir menjadi semacam pembimbing bagi beliau, mulai sejak tirakat pengembaraan selama 25 tahun, hingga beliau menetap di Baghdad dan menjadi tokoh besar yang didatangi oleh para salik dari seluruh penjuru dunia. Sebelum masuk ke Baghdad dan mengakhiri tirâkat pengembaraannya, konon al-Khidir menyuruhnya untuk tirâkat di pinggir sungai di tepi Baghdad selama 7 tahun. Beliau makan dari rumput dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya, hingga warna hijau rumput membekas di lehernya. Setelah itu, al-Khidir mengatakan, “Hai Abdul Qadir, masuklah ke Baghdad.”

Selain Syekh Abdul Qadir al-Jilani, tokoh sufi lain yang memiliki banyak kisah dengan al-Khidir adalah Ibnu Arabi. Beliau menceritakan sendiri kisah-kisah itu dalam kitabnya al-Futuhat al-Makkiyah

Maka, tidak heran jika Muhammad Ghazi Arabi, seorang peneliti tasawuf di jazirah Arab yang masih semasa dengan Syekh al-Kasanzan, menyatakan, “Khidir adalah guru kalangan sufi. Beliaulah yang menjadi penuntun dalam perjalanan panjang mereka. Maka, bagi para sufi, Khidir adalah guru, teman bicara, dan kawan terbaik yang pernah menyertai mereka. Dialah gurunya para syekh.  Ia membimbing dan menuntun para salik, langkah demi langkah.”

Apa yang diungkapkan oleh Ghazi Arabi itu sangat pas dengan konsepsi para sufi tentang al-Khidir. Pertemuan dengan al-Khidir selalu membawa pesan yang sangat berharga bagi jalan suluk yang mereka tempuh. Bagi mereka, al-Khidir memang pembimbing yang paling teduh, seteduh warna hijau yang terpantul di dalam namanya.

Mereka Lebih Suka Menyebutnya Wali

Umumnya orang lebih suka menyematkan kata “nabi” kepada al-Khidir. Tapi tidak dengan para sufi. Mereka merupakan kelompok yang paling gigih menyatakan bahwa al-Khidir adalah Waliyullah. Pendiri tarekat Tijaniyah, Syekh Abul Abbas at-Tijani, menyatakan, “Ketahuilah, al-Khidir itu adalah seorang Wali, bukan Nabi menurut pendapat mayoritas.”

Syekh Ibnu Arabi menyatakan, “Perdebatan mengenai status al-Khidir, apakah beliau nabi atau wali, hanya terjadi di kalangan ulama-ulama zhâhir, bukan di kalangan kita (kalangan sufi atau kalangan batin). Dalam pandangan kita, tak ada perdebatan, bahwa al-Khidir adalah wali, bukan nabi.”

Lebih jauh, Syekh Muhammad al-Makki menyatakan bahwa dalam pandangan kaum sufi, al-Khidir mencapai Maqâm al-Afrad. Maqâm ini berada di atas para wali shiddiqîn tapi masih di bawah maqâm-nya para nabi.

Dalam istilah Ibnu Arabi, maqam ini disebut khatmul-auliya (pemungkas para wali). Pada tingkat ini, seorang wali bisa melakukan penggabungan di antara dua syariat. Juga, memiliki akses jalan pintas untuk memahami kebenaran syariat tanpa melalui proses berpikir. Mula-mula derajat khatmul-auliyâ’ dicetuskan oleh al-Hakim at-Tirmidzi, tokoh sufi dari Balkh, dan sempat menjadi perdebatan sengit. Al-Hakim at-Tirmidzi bahkan sempat diusir dari Balkh karena dianggap menyetarakan wali atau bahkan melebihkan mereka atas para nabi.

Kecenderungan kelompok sufi menyatakan bahwa al-Khidir adalah wali memiliki kaitan erat dengan anggapan mereka bahwa beliau adalah simbol dan ikon bagi kalangan sufi. Sementara, tingkat spiritual yang menjadi wilayah para sufi adalah kewalian.

Jika ditelusuri lebih lanjut, hal itu tetap bermuara pada kisah pertemuan al-Khidir dengan Nabi Musa. Apa yang dilakukan oleh al-Khidir saat itu sarat dengan urusan hakikat. Sementara, hakikat atau batin, merupakan poros utama kalangan sufi dalam membangun pola pikir mereka.

Oleh karena itu, pernyataan al-Khidir sebagai wali ditolak oleh beberapa kalangan di luar kelompok sufi. Mereka cenderung menyatakan bahwa al-Khidir adalah nabi. Beliau mendapatkan wahyu dan syariat dari Allah yang berbeda dengan syariat Nabi Musa. Karena beliau memang bukan umat Nabi Musa, maka syariat yang digunakan juga bukan syariat Nabi Musa.

Jika status al-Khidir adalah wali, maka kisahnya bersama Nabi Musa memberikan kesimpulan bahwa seseorang bisa melakukan sesuatu berdasarkan ilham. Sebab, al-Qur’an sendiri memberikan pengakuan terhadap apa yang dilakukan oleh al-Khidir dalam kisah itu. Padahal, penerima ilham bukanlah orang yang maksum, masih mungkin salah.

Maka, menjadikan ilham sebagai landasan yang sah dalam melakukan sesuatu berpotensi merusak tatanan syariat, kecuali jika ilham itu hanyalah dipahami sebagai pijakan sekunder yang harus patuh sepenuhnya pada ketentuan syariat.

Jadi, kubu ini beranggapan bahwa poros perdebatan status al-Khidir sebetulnya terletak pada polemik mengenai kekuatan hakikat: apakah hakikat bisa mem-bypass syariat?. Jika al-Khidir adalah nabi, berarti kisah Musa-Khidir adalah kisah tentang perbedaan antara satu syariat dengan syariat yang lain, dan itu sudah lumrah terjadi. Jika al-Khidir adalah wali, maka kisah itu adalah kisah tentang kekalahan syariat dari hakikat atau kekalahan wahyu dari ilham.

Anggapan tersebut boleh jadi benar, tapi mungkin juga lahir karena kecurigaan yang berlebihan. Sebab, mayoritas ulama dari kalangan sufi sangat menjunjung tinggi syariat, meskipun mereka tidak menentang status al-Khidir sebagai wali.

Komitmen yang luar biasa terhadap syariat dengan sangat mudah kita temukan dalam berbagai pernyataan Imam al-Junaid, Imam al-Ghazali, Abu Thalib al-Makki, dan ulama-ulama sufi yang lain. Padahal, Imam al-Ghazali dan Abu Thalib al-Makki juga tidak menentang status al-Khidir sebagai wali. Dalam Ihyâ’ dan Qutul-Qulub, dua ulama sufi itu sama-sama mengutip mimpi Ibrahim at-Taimi. Ibrahim bermimpi bertemu Rasulullah r, mengonfirmasi Hadis yang pernah diterimanya dari al-Khidir, apakah Hadis itu betul dari beliau?. “Benar al-Khidir, benar al-Khidir. Semua apa yang ia ceritakan adalah benar. Dia penghuni bumi yang paling alim. Dia pemimpin pada wali abdal...” jawab beliau dalam mimpi Ibrahim.

Baik Imam al-Ghazali maupun Abu Thalib al-Makki sama-sama tidak memberikan catatan apapun terhadap mimpi Ibrahim ini. Berarti secara tersirat, beliau menyetujuinya. Padahal, beliau merupakan ulama sufi yang sangat gigih dalam membela syariat.

Apapun status al-Khidir dalam kisahnya bersama Nabi Musa, hal itu tetap tak mempengaruhi kekuatan syariat. Bagi siapapun syariat adalah pedoman mutlak. Tanpa prinsip itu, tatanan keagamaan akan jadi amburadul.

sumber : http://rafystech.blogspot.com

Jumat, 28 Februari 2014

Ibnu Hajar Al-Asqalani



Bismillahirrohmanirrohiim

Mutiara Berserak di Pintu Allah
la bukan hanya dikenal sebagai salah seorang sufi dan ahli fikih yang masyhur. Tapi juga penyair dengan puisi Ketuhanan yang indah

Sampai saat ini, para santri di Indosesia sangat akrab dengan sebuah kitab fikih yang masyhur, Bulughl Maram. Pengarang kitab ini ialah seorang uiama dan sufi yang terkenal, Ibnu Hajar Al-Asqalani. Tapi, sesungguhnya ia lebih dikenal sebagai ahli fikih ketimbang sufi atau ahli tasawuf. Sampai kini, pendapat-pendapatnya dalam ilmu fikih masih menjadi bahan telaah dan referensi para ulama, terutama ketika mereka menetapkan sebuah fatwa.
Meski kurang dikenal sebagai sufi, pandangan-pandangan sufistiknya terungkap dalam kumpulan puisinya, Al-Munabihat 'ala al Isti'dadli Yaum al-Ma'ad.


la lahir di Kairo pada 12 Syakban 773 M atau 8 Februari 137 M. Nama lengkapnya Syihabuddin Abu Fadl Ahmad bin Nuruddin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-As qalani. Tak jelas bagaimana asal-usul keluarganya. Adapun julukan Al-Asqalani merupakan bagian dari tradisi muslim saat itu. Ayahnya, Nuruddin Ali (wafat 777 Hijriah/1375 Masehi), dikenal sebagai ulama termasyhur yang menjabat mufti di Mesir. Adapun ibunya, Tujjar, berasal dari keluarga pedagang kaya.
Namun, masa kecil Ibnu Hajar penuh dengan pengalaman sedih. Semenjak berusia empa ttahun, ibunya meningal dunia. Maka ia pun diasuh Zakiuddin Abu Bakar Al-Karrubi, seorang saudagar kaya. Di bawah bimbingan Zakiuddin, Ibnu Hajar mendapat pelajaran agama dan bimbingan spiritual, sehingga pada umur sembilan tahun ia sudah hafal Al-Quran. Belakangan, ia berguru kepada beberapa ulama masyhur, seperti Syekh Jalaluddin al-Buqini (ilmu nahu); Syekh Ibnu al-Muan al-Fairuzabadi dan Syekh Muhibuddin bin Hisyam (Ilmu saraf) At-Takhuni (qiraah); Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ali bin Qattam (sejarah).

Ibnu Hajar memang murid yang rajin dan cerdas. Dengan tekun, ia mencatai secara terperinci pelajaran sejarah, nama para gurunya, dan kitab-kitab yang dibacanya. Kitab-kitab yang dibacanya, antara lain, Al-Mu'jam al-Mufahras, Al-Maqasid al Aliyat fi Fihris al-Marwiyat (indeks hadis), Al-Majma al-Mua'sas (pelengkap katalog ayat Al-Quran).

Merasa belum cukup dengan itu, ia kemudian mengembara untuk menim-ba ilmu. la antara lain berkunjung ke pusat-pusat ilmu seperti Hejaz dan Yaman, lalu Suriah dan Palestina. Dalam perjalanan ini, ia berjumpa dengan guru utamanya dalam ilmu hadis, Syekh Zainuddin al-lraqi. la juga mengaji kepada ulama ilmu hadis dan fikih, Syekh Izzuddin bin Jama'ah. Dari kedua gurunya yang masyhur itu, ia memperoleh ijazah untuk mengeluarkan fatwa.
Setelah puas berguru kepada sejumlah ulama besar, ia pun mengamalkan ilmunya sebagai pendidik. la pernah menjadi guru madrasah, dosen, hakim, mufti, khatib dan pustakawan. la mengajar ilmu hadis, tafsir, tikin. Kuhah-kuliahnya di Madrasah Syai-khumyah dan Mankutimuriyah, Kairo, seialu mendapat sambutan hangat dari para mahasiswa.



Salah satu karirnya yang penting ialah ketika ia menjabat kepala bidang pendidikan dan administrasi selama 35 tahun di Perguruan Barnaysiyyah, Kairo dari tahun 141 sampai 1445 M. Selanjutnya ia pindah mengajar di Darul Hadits Al Kamaliah, masih di kota kairo.
Pada 1423 M ia menjabat wakil Agung sementara rekanya syekh Jalaluddin Al Baqilani sebagai Hakim Agung, akan tetapi beberapa bulan kemudian, ia dilengserkan gara-gara kebijakannya yang dinilai bersebrangan dengan politik pemerintahan Mesir sebagai mufti, dan jabatan ini dapat ia pertahankan selama 20 tahun.

Sebagai ulama, ibnu hajar termasuk produktif menulis kitab, terutama dalam ilmu hadits. Kitabnya yang termasyur berjudul Fat Al Bahri bi Syarkh al Bukhari (1429M), telaahd an komentar mengenai kitab shahih al Bukhari. Kitab itu tidak hanya beredar di mesir, tapi juga di parsi dan asia tengah. Kitab kitab karangn lainya yaitu Al Isabah fi Tamyiz al Sahabah, Tanzib at Tahzib, Lisan al Mizan, Anba al Gumr dan Bulughur Mahram in Adilat al Ahkam. Dalam kitab kitab tersebut ia menggunakan gagasannya tentang ilmu fikih, hadits dan lainnya.
Selain itu semua, Ibnu Hajar ternyata adalah juga seorang penyair. Puisinya terkumpul dalam kitab Al Munabihat ‘ala al Isti’dad li Yaum al-Ma'ad. Banyak mutiara hadis dan uangkapan para ulama terkenal yang ia sunting dalam sejumlah puisi.
Berikut, sebait puisi sebagai kata pengantar kumpulan puisinya, Menuju Pintu Allah, Mutiara Berserak.
Bismillahirrahmanirrahim
Selaksa puji bagi Allah Sang Esa
di setiap waktu dan masa
Kesejahteraan abad bagi Rasul-Nya
Muhammad, Sang Mustafa
Dari kisi-kisi hati
ingin kusampaikan lewat karya ini
Bekal kewaspadaan
untuk meniti perjalanan panjang
lewat untaian mutiara
yang terajut dua-dua
tiga-tiga, empat-empat
dan seterusnya
hingga untaian sepuluh mutiara kata
Semoga berguna

Sumber: Al Kisah

Rabu, 19 Februari 2014

Rambut Gondrong dan Dinamika Perlawanannya


Bismillahirrohmanirrohiim

Ada banyak orang yang beranggapan, mereka yang memelihara rambut gondrong sebagai tipikal manusia yang tak mau diatur, bebal, dan sering sekali disebut (maaf!) tidak mengenal sopan santun. Tidak mengherankan, dalam film-film borjuis para penjahat digambarkan dengan rambut gondrong, memakai kacamata hitam, dan bertatto.

Namun, jika ditilik secara historis, seluruh argumen di atas akan segera berguguran. Sebagai missal, meminjam sejarawan Anthony Reid, rambut gondrong sangat melekat dalam tradisi masyarakat Asia Tenggara, termasuk nusantara saat itu, sebagai perlambang atau simbol kekuatan dan kewibawaan seseorang.

Dalam masyarakat Indonesia, setelah masuknya pengaruh islam dan barat, rambut mulai menjadi penanda seksualitas seseorang; laki-laki identik dengan rambut pendek dan rapi, sedangkan perempuan berambut panjang. Pemotongan rambut juga semakin dikaitkan dengan persoalan agama, sesuatu yang membedakan dengan tradisi leluhur masyarakat setempat yang dianggap belum beragama.

Selain peci dan pakaian rapi sebagai simbol aktivis pergerakan, rambut gondrong pun pernah menjadi identitas para pemuda dalam perjuangan revolusi Indonesia. Mulai dari jaman Jepang hingga masa-masa revolusi fisik, para pemuda pejuang semakin identik rambut gondrong dan seragam militer.

Oleh orang-orang Belanda, yang sudah terbiasa dengan rambut pendek dan disisir rapi seperti umumnya penampilan orang Eropa saat itu, para pemuda pejuang ini dilabeli cap “ekstremis”. Saat itu, terutama dari para pemuda dan bekas “jago” yang merasa terpanggil oleh revolusi, para pejuang semakin akrab dengan rambut panjang terurai, berseragam militer, dan sebuah pistol yang tersemat di pinggang.

Salah satu saksi hidup dan pelaku sejarah saat itu, Francisca C. Fanggidaej punya penggambaran sangat menarik soal itu. “Kota Yogya mendidih dari semangat dan tekad juang pemuda. Pekik dan salam MERDEKA memenuhi ruang udara kota. Jalan-jalan dikuasai pemuda: kebanyakan berambut gondrong, mereka bersenjatakan pestol, senapang, brengun sampai kelewang panjang Jepang, dan sudah tentu bambu-runcing. Kepala mereka mereka ikat dengan kain merah …. Yah, semangat juang, rasa romantisme dan kecenderungan kaum muda untuk berlagak dan bergaya bercampur dengan sikap serius dan tenang dengan tekad pantang mundur yang terpancar dari mata dan wajah mereka,” demikian ditulis Francisca Fanggidaej.

Ali Sastroamidjojo (1974:198) dalam otobiografinya menggambarkan pemuda yang berambut gondrong dengan gayanya yang urakan sebagai kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.

Walaupun pernah menjadi simbol dari pemuda revolusioner, tetapi Soekarno pernah dibuat “kesel” dengan gaya rambut gondrong ini, terutama saat perjuangan melawan kebudayaan imperialis sedang memuncak. Karena rambut gondrong semakin identik dengan “lifestyle” pemuda-pemuda barat, maka Soekarno pun pernah memberi cap kepada mereka sebagai “kontra-revolusioner”.

Setelah memasuki era rejim Soeharto, rambut gondrong semakin ditindas dan divonis sebagai gaya yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Pangkopkamtib Jenderal Sumitro telah berkata, bahwa rambut gondrong membuat pemuda onverschillig, acuh tak acuh. Alhasil, sebagai pelaksanaan petuah dari petinggi militer, gerakan anti-gondrong pun mulai dikampanyekan di segala lini kehidupan.

Di sejumlah perguruan tinggi, para pimpinan Universitas sudah menyarankan mahasiswanya untuk tidak gondrong, dan kalau tetap memilih gaya tersebut, mereka dipersilahkan memilih pindah ke kampus lain yang menerima gondrong. Di Sumatera Utara, oleh gubernur saat itu, Marah Halim, telah dibentuk “”Badan Koordinator Pemberantasan Rambut Gondrong”—disingkat BAKORPRAGON, yang tugasnya adalah melakukan operasi dan menangkap mereka yang berambut gondrong.

Karena lama-kelamaan gerakan anti-gondrong ini semakin pukul rata, maka para seniman pun terkena getahnya, misalnya Sophan Sophiaan, Broery Marantika, Trio Bimbo, W.S. Rendra, Umar Kayam Affandi, Achmad Akbar, Remmy Silado, Ireng, Taufiq Ismail, dan lain sebagainya.

Di gerakan mahasiswa, yang semakin “kesal” dengan sikap Soeharto dalam membabat korupsi, rambut gondrong telah dijadikan sebagai salah satu bentuk perlawanan. Ketika pemerintah melakukan razia anti-gondrong, berbagai elemen gerakan mahasiswa di Bandung menggelar razia anti-orang gendut, sebuah bentuk ekspresi kekecewaan terhadap maraknya pejabat yang korup.

Salah satu peristiwa yang memicu perlawanan terbuka mahasiswa versus militer adalah terbunuhnya Rene Louis Conrad, mahasiswa elektro di ITB, tewas dibunuh secara mengenaskan akibat dikeroyok oleh taruna Akpol. Sesaat sebelum pengeroyokan, mahasiswa ITB melakukan pertandingan persahabatan dengan taruna Akpol, namun berakhir dengan tawuran massal karena ledek-ledekan kedua pihak.

Mahasiswa dan pelajar se-Bandung mengecam peristiwa terbunuhnya Rene Conrad. Sebagai bentuk solidaritas terhadap Rene dan mahasiswa ITB, sedikitnya 50.000 orang berpartisipasi dalam demonstrasi mengecam kejadian itu.

Walaupun dapat dikatakan bahwa rambut gondrong sangat dipengaruhi oleh gerakan hippies dan perkembangan musik Rock saat itu, namun kita juga harus melihat faktor ekonomi dan korupsi sangat berpengaruh besar dalam memicu keresahan mahasiswa saat itu. Boleh dikatakan, bahwa “pilihan rambut gondrong telah menandai perpisahan antara gerakan mahasiswa dan orde baru/militer.”

Begitulah, hingga gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan Soeharto, aktivis mahasiswa banyak sekali yang berambut gondrong. Ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di Universitas, aksi protes di depan kampus dipimpin dan diramaikan oleh mahasiswa berambut gondrong.

Sekarang ini, seiring dengan menyusutnya gerakan mahasiswa di berbagai kampus dan pengaruh kuat “lifestyle” baru dari luar, mahasiswa berambut gondrong mulai berkurang pula. Kalaupun ada yang masih berambut panjang, tapi bukan lagi “gaya gondrong” ala mahasiswa tahun 1980-1990-an.

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa mahasiswa yang bangkit melawan dan menjadi aktivis harus berambut gondrong, tidak harus dan tidak perlu begitu. Kalau kita melihat dari gambaran historisnya, rambut “gondrong” telah menjadi gaya yang dimusuhi penguasa dan diasosiasikan dengan “penentang” atau kegiatan subversif. Tidak mengherankan pula, sebagian aktivis mahasiswa telah memilih “berambut gondrong”sebagai pilihan untuk menunjukkan perlawanan dan kritik.

Dari uraian di atas, baik secara historis maupun secara sosial, “gaya rambut” puya dimensi yang sangat luas, tidak sekedar “mahkota” di kepala. Tidak hanya gondrong, tapi ada banyak gaya lain untuk menunjukkan identitasi atau bahkan perlawanan, misalnya gaya rambut “Mohawk” yang menjadi identitas perlawanan punk hari ini, diambil dari kisah perjuangan kaum Indian. “rambut tidak sekedar mahkota anda, tapi boleh jadi menjelaskan pendirian politik anda.”

Penulis adalah anggota Redaksi Berdikari Online dan Staff Kajian dan Bacaan KPP-PRD.

Sumber:
1. F.C. Fanggidaej, Sekelumit Pengalaman Pada Masa Revolusi Agustus 1945-194, PPI Belanda.
2. –; Peristiwa Rene Conrad-Mahasisw ITB Tahun 1970, http://hanyaadadiindonesiasaja.blogs...asisw-itb.html
3. Aria Wiratma Yudhistira, Rambut Dan Sejarah Indonesia, terbitan KUNCI edisi 16 April 2007

Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com

Selasa, 18 Februari 2014

MENGAPA HEWAN HARUS DI SEMBELIH


Bismillahirrohmanirrohiim

Mengapa Hewan Harus Disembelih? Ini Penjelasan Yusuf Qardhawi dan Hasil Penelitian EEG-ECG

EEG - ilustrasi penelitian penyembelihan hewan
Islam mensyariatkan binatang ternak seperti sapi, kambing, dan unta harus disembelih agar halal dikonsumsi. Sementara akhir-akhir ini, beberapa negara Eropa termasuk Denmark melarang penyembelihan tanpa dibius, dengan alasan agar tidak menyakiti hewan.

Mengapa Islam mensyariatkan penyembelihan, bukan cara lain seperti mencekik, menembak atau membiusnya terlebih dahulu? Berikut hikmahnya menurut Syaikh DR Yusuf Qardhawi dan penelitian Hannover University dengan menggunakan Electro-Encephalograph (EEG) dan Electro Cardiograph (ECG):

Rahasia Penyembelihan dan Hikmahnya

Syaikh DR Yusuf Qardhawi dalam buku Halal dan Haram dalam Islam menjelaskan rahasia penyembelihan dan hikmahnya sebagai berikut:

Rahasia penyembelihan ini, menurut yang kami ketahui, adalah untuk melepaskan nyawa binatang dengan jalan yang paling cepat dan mudah, sehingga meringankan dan tidak menyakiti. Untuk itu maka disyaratkan alat yang dipakai harus tajam supaya lebih cepat.

Di samping itu dipersyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan pada leher, karena leher merupakan tempat yang lebih dekat untuk memisahkan kehidupan dengan mudah.

Rasulullah melarang menyembelih binatang dengan gigi dan kuku, karena penyembelihan semacam itu menyakiti binatang. Pada umumnya alat-alat tersebut hanya bersifat mencekik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan memudahkan penyembelihan. Beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
"Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada segala sesuatu. Oleh karena itu jika kamu membunuh, maka perbaikilah cara membunuhnya. Apabila kamu menyembelih maka perbaikilah cara menyembelihnya; tajamkanlah pisaunya serta mudahkanlah sembelihannya." (HR. Muslim)

Di antara tindakan yang baik adalah seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah memerintahkan menajamkan pisau dan tidak memperlihatkan proses penyembelihan kepada binatang-binatang lainnya yang akan disembelih. Beliau bersabda:

إِذَا ذَبَحَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجْهِزْ
"Apabila salah seorang di antara kamu menyembelih, lakukanlah dengan cepat." (HR. Ibnu Majah)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa ada seorang laki-laki membaringkan seekor kambing sambil mengasah pisaunya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أتريد أن تميتها موتات هلا حددت شفرتك قبل أن تضجعها
"Apakah engkau akan mematikannya beberapa kali? Mengapa tidak engkau asah pisaumu itu sebelum binatang tersebut engkau baringkan?" (HR. Hakim)

Umar Ibnul Khattab pernah juga melihat seorang laki-laki yang mengikat kaki seekor kambing dan diseretnya untuk disembelih, maka ia memperingatkan: “Celaka engkau! Giringlah dia kepada kematian dengan suatu cara yang baik.' (HR. Abdurrazzaq).

Hasil Penelitian dengan EEG-ECG

Situs resmi Universitas Airlangga, unair.ac.id, melansir hasil penelitian Hannover University dengan judul Penyembelihan Sapi dengan Stunning vs non Stunning sebagai berikut:

Disebutkan dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman, yaitu Prof Dr Schultz dan koleganya Dr Hazim memimpin penelitian mengenai manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syariat Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.

Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.

Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu arteri karotis dan vena jugularis.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof Schultz dan Dr Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Penyembelihan menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktik penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama, pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga, setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: "No feeling of pain at all!" (tidak ada rasa sakit sama sekali).

Keempat, karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan dengan cara Dipingsankan
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan roboh. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan tampaknya tanpa mengalami rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat, karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Hasil penelitian Prof Schultz dan Dr Hazim juga membuktikan pisau tajam yang mengiris leher ternyata tidaklah “menyentuh” saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi keterkejutan otot dan saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras.

Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Subhanallah... demikianlah hikmah dan rahasia mengapa Islam mensyariatkan penyembelihan hewan. Wallahu a’lam bish shawab.

Sabtu, 15 Februari 2014

UWAIS AL-QORNI


Bismillahirrohmanirrohiim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) untukmu, maka lakukanlah!”

Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu telah menjadi Amirul Mukminin, dia bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” “Ada,” jawab mereka.

Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”

Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.”

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!”

Dan setiap tahun Umar radhiyallahu ‘anhu selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu kali dia datang bersama jemaah haji dari Yaman, lalu Umar radhiyallahu ‘anhu menemuinya. Dia hendak memastikannya terlebih dahulu, makanya dia bertanya, “Siapa namamu?”

“Uwais,” jawabnya.

Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Di Yaman daerah mana?’

Dia menjawab, “Dari Qarn.”

“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar radhiyallahu ‘anhu.

Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”

Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”

“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.

Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’

Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”

“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar radhiyallahu ‘anhu.

“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga saya diberi kesembuhan.”

Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”

Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar radhiyallahu ‘anhu. Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mohonkanlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untukku!”

Dia berkata, “Masa saya memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?”

Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Iya.”

Umar radhiyallahu ‘anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya sehingga Uwais memohonkan ampun untuknya.

Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota Irak mengenai kamu?”

Uwais berkata, “Saya bersumpah kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan orang.”

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar

Rabu, 12 Februari 2014

LAPAR YANG PERNAH DI ALAMI RASULULLAH SAW


Bismillahirrohmanirrohiim

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Tarmidzi dari Nu’man bin Basyir r.a bahwa ia berkata “Bukankah kamu sekarang bisa hidup bermewah-mewah dengan makan dan minum, apa saja yang kamu mau, kamu mendapatkannya. Aku pernah melihat Rasulullah Muhammad SAW hanya mendapat korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya!”

Atau ada kisah juga seperti berikut ini. Pada suatu ketika Umar bin Khattab r.a menyebut apa-apa yang bisa dinikmati manusia sekarang ini dari dunia. Maka dia berkata” aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.”

Pernah juga kisah yang lain datang dari sahabat Abu Hurairah r.a , ia berkata “Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang sholat sambil duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu sholat sambil duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia.”

Subhanallah, inilah teladan agung dari seorang pemimpin yang harus menjadi contoh bagi kita semua.

Wallahu a`lam

Kamis, 30 Januari 2014

MAULID NABI SAW


Bismillahirrohmanirrohiim

12 Rabi’i al-Awal, adalah salah satu dari hari besar Islam. Dunia muslim menyebutnya sebagai Maulid. Maulid, Maulud, Muludan, Milad, Mevlut dan sebutan lainnya, bermakna sama: Hari Kelahiran. Tetapi kata ini selalu dihubungkan dengan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Kaum mulim di seluruh dunia memperingatinya dengan gegap-gempita dan dengan penuh kegembiraan.

Para sejarawan mencatat: Muhammad putra Aminah dan Abdullah, lahir Senin, 12 Rabi’ al awwal, atau 20 April 571 M, di rumah Abd al-Muthallib (kakeknya). Kelahirannya berbarengan dengan rencana Abrahah, gubernur Abyssinia, Etiopia, beserta pasukan gajahnya melakukan agresi militer ke Makkah guna memindahkan Ka’bah. Orang lalu mengenang kelahiran Nabi sebagai Tahun Gajah. Kelahiran orang besar ini dibidani oleh Al-Syifa, ibunda Abd al Rahman bin ‘Auf. Ayahnya; Abd Allah, tak hadir saat yang membahagiakan itu. Ia telah wafat, di Madinah, ketika janin Muhammad berusia 2 bulan dalam kandungan ibunya. Bayi yang kemudian lahir diberi nama Muhammad. Nama yang belum dipakai orang zaman itu: Ketika ditanya mengapa nama itu, dan tidak gunakan nama nenek-moyang, Abd al-Muthallib, menjawab : “Kuingin dia akan menjadi orang yang terpuji bagi makhluk Tuhan di langit dan di bumi”. Ia disusui pertama kali oleh Tsuwaibah, sahaya perempuan pamannya; Abu Lahab dan kemudian Halimah al-Sa’diyyah untuk masa berikutnya. Aminah mengasuhnya sampai usia Muhammad (saw) 6 tahun. Ia wafat di Abwa, sebuah desa antara Makkah dan Madinah, dalam perjalanan pulang dari ziarah ke makam paman-pamannya di Madinah. Pengasuhan selanjutnya dipercayakan kepada Umm Ayman, sahaya perempuan dari Etiopia. Muhammad (saw) menjadi yatim piatu.

Tradisi Maulid
Di Indonesia, perayaan maulid Nabi diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majelis-majelis ta’lim, di pondok-pondok pesantren dan di berbagai lembaga social, keagamaan bahkan instansi-instansi pemerintahan. Tradisi peringatan Maulid, di Cirebon biasa disebut Muludan, paling megah dan dihadiri ratusan ribu orang diadakan di Kraton-Kraton di Jawa dan luar Jawa, terutama Yogya dan Cirebon. Ia diadakan pada setiap malam 12 Rabi’l Awal. Masyarakat muslim merayakannya dengan beragam cara dan dengan sejumlah acara seremoni dan kemeriahan yang menggairahkan. Malam hari tanggal 12 Maulid merupakan puncak acara seremonial yang ditunggu-tunggu dengan penuh minat. Biasanya mereka mengundang penceramah untuk bicara sejarah Nabi. Mereka, secara bergantian, juga membaca Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi sejak kelahiran sampai wafatnya), dalam bentuk narasi prosais kadang-kadang dengan irama yang khas. Sebagian lagi sejarah Nabi tersebut dikemas dalam bentuk puisi-puisi yang berisi perjalanan hidup Nabi sejak lahir sampai wafat, dan madah-madah (pujian-pujian) atas Nabi. Salah satu puisi maulid Nabi saw ditulis oleh Syeikh Barzanji.

Peringatan Maulid Nabi di Indonesia ditetapkan sebagai hari Libur Nasional ketika K.H. Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, menjabat sebagai Menteri Agama. Upacara peringatan pemerintah ini pada awalnya diadakan di Istana negara. Tetapi entah sejak kapan kemudian dipindahkan tempatnya, di Masjid Istiqlal. Pada momen tradisi keagamaan ini, Presiden, wakil presiden, para pejabat tinggi Negara dan para duta besar Negara-negara sahabat hadir bersama ribuan umat Islam.
Di Turki, seminggu menjelang Maulid, masjid-masjid dihiasi dengan lampu-lampu dan lampion-lampion warna warni. Halaman rumah penduduk dibersihkan dan dicat. Di Mesir masa lampau, “para penguasa Mamluk”, cerita Annemarie Schimmel, dalam buknya yang menarik Muhammad Utusan Allah, “perayaan besar-besaran untuk memperingati Maulud diselenggarakan di pelataran benteng Kairo. Ruas-ruas jalan penuh sesak oleh manusia”. Di sebagian negara berpenduduk besar muslim, hari itu diperingati dengan menyalakan obor di jalan-jalan sambil pawai mengelilingi kota. Masyarakat di sebagian Negara Islam membuat makanan untuk dibagikan kepada fakir miskin. Selain Indonesia, Mesir dan Turki, peringatan Maulid Nabi juga diselenggarakan di Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab, Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Al Jazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain. Seperti di Indonesia, di banyak Negara tersebut hari Maulid Nabi Saw merupakan hari libur umum/nasional.

Berbeda dengan pandangan mayoritas besar kaum muslimin di dunia, Ibnu Taimiyah, tokoh Islam paling ortodoks, memandang perayaan Maulid Nabi sebagai bid'ah. Pandangan ini kemudian diteruskan dengan semangat Islam yang radikal oleh Muhammad bin Abdul Wahab, ulama terkemuka kelahiran Nejd, Saudi Arabia, 1703-1791. Para pengikutnya popular disebut Wahabi. Saudi Arabia mungkin satu-satunya Negara Islam yang anti memperingati Maulid Nabi dan menyerang dan mengecam kelompok muslim lain yang merayakannya. Para pengikutnya terus menyebarkan ajaran bahwa "maulid Nabi sebagai praktik keagamaan yang sesat". Pandangan ini ditolak diseluruh dunia muslim. 

Wallahu a`lam

Selasa, 28 Januari 2014

ALLAH MENUTUP AIB HAMBANYA YANG BERTAUBAT


Bismillahirrohmairrohiim

Mungkin seseorang tidaklah terbongkar aibnya pada saat pertama kali melakukan dosa, karena Allah menutupi aib-aib hambaNya.
Allah akan menundanya dan membiarkannya serta memberikan kesempatan kepadanya untuk sadar dan bertaubat.
Karenanya jika engkau melihat ada seseorang telah dibongkar aibnya dan dipermalukan oleh Allah dihadapan khalayak maka ketahuilah… ia telah berdosa…lalu berdosa lagi dengan dosa yang sama…lalu berdosa kembali... Hingga suatu saat akhirnya Allahpun membongkarnya dan mempermalukannya.

Karenanya wahai diri... Janganlah kita terpedaya tatkala kita bermaksiat lantas kita tidak ketahuan melakukannya… memang benar saat ini kita tidak ketahuan…Allah masih memberi kesempatan kepada kita…akan tetapi siapakah yang menjamin bahwasanya suatu saat aib dan dosa yang kita sembunyikan ini tidak akan terbongkar...???

Maka waspadalah dan bertaubatlah kepada Allah sebelum kita dipermalukan di dunia, sebelum dipermalukan di akhirat...

Yaa Allah ampuni hamba-hambaMu ini… tutupilah dan sembunyikanlah aib dan dosa-dosa kami…

Ampuni kesalahan kami.... Kami bertaubat padaMu yaa Rabb...
Aamiin...

Wallahu a`lam

Minggu, 26 Januari 2014

SANKSI SIKSA PELAKU ZINA DAN ONANI


Bismillahirrohmanirrohiim

Waspadailah oleh kalian perbuatan zina, karena dalam zina terdapat 6 macam sanksi, tiga macam diantaranya terdapat di dunia dan tiga macam lainnya di akhirat kelak. Adapun tiga macam sanksi siksa di dunia ialah

(1) Perbuaatn zina itu akan mengurangi rezeki serta menghilangkan keberkahan,

(2) Apabila ruhnya keluar saat ajal tiba maka ia terhalang dari rahmat Allah SWT

(3) Akan diperlihatkan ke api neraka dan malaikat galak dan
bengis yang namanya Zabaniyyah.

Adapun tiga macam sanksi siksa di akhirat ialah

(1) Allah akan memandangnya dengan murka sehingga wajahnya
menjadi hitam kelam

(2) Hisab amalnya sangat berat dan dahsyat

(3) Dia akan digusur memakai rantai menuju api neraka. (Sabda Nabi SAW, Al- Hadits)

sumber kitab:Tanqihul-Qaul Al-Imam Jalaludin Asysuyuti

Diantara yang termasuk zina ialah, disamping zina kelamin, ialah zina dengan tangan sendiri alias onani, baik bagi lelaki ataupun perempuan, termasuk zina ialah memperlihatkan aurat di
hadapan bukan muhrim, sekalipun hanya berupa photo saja. Seperti perempuan yang mengumbar aurat rambut, atau aurat bagian tubuh lainnya, apalagi mengumbar paha dan payudara dalam album facebook.

Saudaraku.., Mari kita benahi diri kita untuk bisa berbuat lebih baik, dan kendalikan nafsu yang buruk menjadi hal yang positif.. tetaplah merapat ke kawasan majelis ilmu.. agar langkah dalam hidup ini masih tetap terkontrol dan terkendali, sehingga ketika ada kekhilafan masih bisa introfeksi yang pada akhirnya akan menemukan sadar untuk segera kembali bertaubat. Semoga ALLAH mengampuni semua dosa dan kesalahan yang kita lakukan. Aamiin

Wallahu a`lam

Jumat, 24 Januari 2014

PERISTIWA PERANG BADAR


Bismillahirrohmanirrohiim

Sejak Perang Badar, pihak Quraisy tidak pernah tenang  lagi. Lebih-lebih karena  kesatuan Zaid bin Haritsah telah berhasil mengambil alih jalur perdagangan mereka ketika hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak.

Orang-orang Quraisy kemudian sepakat menyiapkan angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan memperbesar jumlah dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga kabilah-kabilah akan dikerahkan dan agar ikut serta bersama mereka, menuntut balas terhadap kaum Muslimin. Tak hanya kaum pria, pihak Quraisy juga membawa pula kaum wanita mereka, dipimpin oleh Hindun, istri Abu Sufyan.



Hindun adalah sosok yang paling ingin membalas dendam, karena dalam peristiwa  Badar itu, ayahnya, saudaranya dan orang-orang yang dicintainya tewas terbunuh.  Keberangkatan Quraisy dengan tujuan Madinah yang disiapkan dari Dar An-Nadwa itu terdiri dan tigabrigade.

Brigade terbesar dipimpin oleh Talhah bin Abi Talhah terdiri dari 3.000 orang. Kecuali 100 orang saja dari Tsaqif, selebihnya dari Makkah, termasuk pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta golongan Ahabisynya. Perlengkapan dan senjata yang mereka bawa tidak sedikit, dengan 200 pasukan berkuda dan 3.000 unta, di antaranya 700 orang berbaju besi.

Sementara itu, Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, yang juga berada di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan seksama memerhatikan semua kejadian itu. Di samping kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan golongannya, Abbas juga  mempunyai rasa solider dan sangat mengagumi Muhammad.

Hal inilah yang mendorongnya—tatkala diketahuinya keputusan Quraisy akan berangkat dengan kekuatan yang begitu besar—menulis surat menggambarkan segala  tindakan, persiapan dan perlengkapan mereka. Surat itu diserahkannya kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada Nabi. Dan orang ini pun sampai di Madinah dalam tiga hari, dan surat itu pun diserahkan kepada Rasulullah.

Pasukan Quraisy pun berangkat dan sampai di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah binti  Wahab—ibunda Rasulullah SAW—timbul kedengkian beberapa orang yang berpikiran picik. Terpikir oleh mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak perbuatan itu agar kelak tidak menjadi kebiasaan Arab. "Jangan menyebut-nyebut soal ini. Kalau ini kita lakukan, Bani Bakar dan Bani Khuza'ah akan membongkar juga kuburan mayat-mayat kita," kata mereka.

Quraisy  meneruskan  perjalanan  sampai  di  'Aqiq,  kemudian mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima mil dari Madinah.

Orang dari Ghifar yang diutus oleh Abbas bin Abdul Muthalib telah sampai di Madinah. Ia kemudian menyerahkan surat tersebut kepara Rasulullah, yang kemudian dibacakan oleh Ubay bin Ka'ab. Rasulullah meminta isi surat itu dirahasiakan, dan sang utusan kembali ke Madinah langsung menemui Sa'ad ibnu Al-Rabi' di rumahnya. Diceritakannya apa yang telah disampaikan Abbas kepadanya dan ia juga meminta supaya hal itu dirahasiakan. Akan tetapi istri Sa'ad yang sedang berada dalam rumah waktu itu, mendengar juga percakapan  mereka. Dengan demikian, sudah tentu  hal itu bukan rahasia lagi.

Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan Mu'nis, oleh Muhammad ditugaskan  menyelidiki keadaan Quraisy. Menurut pengamatan mereka, ternyata Quraisy sudah  mendekati Madinah. Kuda dan unta mereka dilepaskan di padang rumput sekeliling Madinah. Di samping dua orang itu, Rasulullah juga mengutus Hubab ibnu Al-Mundhir bin Al-Jamuh.

Setelah keadaan mereka itu disampaikan kepadanya seperti dikabarkan oleh Abbas, Nabi SAW sangat terkejut. Ketika kemudian Salamah bin Salamah keluar, ia melihat barisan depan pasukan kuda Quraisy sudah mendekati Madinah, bahkan sudah hampir memasuki kota. Salamah segera kembali dan menyampaikan apa yang dilihatnya kepada warga Madinah.

Pihak Aus dan Khazraj, begitu juga semua  penduduk Madinah merasa khawatir sekali akan akibat serbuan  ini, yang dalam sejarah perang, Quraisy belum pernah mengadakan persiapan sebaik itu. Pemuka-pemuka Muslimin di Madinah malam itu berjaga-jaga dengan senjata di masjid untuk menjaga keselamatan Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.

Keesokan harinya, orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin dan mereka yang pura-pura Islam—kaum munafik seperti disebutkan dan dilukiskan pula oleh Al-Qur'an—oleh Nabi diminta berkumpul untuk bermusyawarah. Nabi SAW berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan membiarkan Quraisy di luar kota.  Apabila mereka mencoba menyerbu masuk kota, maka penduduk kota ini akan lebih  mampu menangkis dan mengalahkan mereka.

Abdullah bin Ubay bin Salul mendukung pendapat Nabi itu. Para sahabat Rasulullah—baik Muhajirin ataupun Anshar—juga sependapat dengan Rasulullah. Akan tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami Perang Badar, juga orang-orang yang pernah ikut Perang Badar—dan mendapat kemenangan disertai hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang dapat  mengalahkan  mereka—lebih suka keluar menyongsong musuh di tempat mereka berada.

Pendapat ini mendapat dukungan luas. Mereka semua mengatakan bahwa bila Tuhan  memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh, itulah yang mereka harapkan. Dan itu pula kebenaran yang telah dijanjikan Allah kepada Rasul-Nya. Kalaupun  mereka mengalami kekalahan dan mati syahid, mereka akan mendapat surga. Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid ini, sangat menggetarkan hati mereka.

Setelah jelas bahwa suara terbanyak ada pada pihak yang mau menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Rasulullah berkata kepada mereka, "Saya khawatir kalian akan kalah."

Tetapi mereka tetap ngotot ingin menyerbu. Tak ada jalan lain, Rasulullah pun mengikuti pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah menjadi undang-undang dalam kehidupan beliau. Dalam menyikapi tiap masalah, beliau tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah diwahyukan Allah kepadanya.

Apabila suatu masalah yang dibahas telah diterima dengan suara terbanyak, maka hal itu tak dapat dibatalkan oleh sesuatu keinginan atau karena ada maksud-maksud tertentu. Sebaliknya ia harus dilaksanakan, tapi orang yang akan melaksanakannya harus pula dengan cara yang sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran yang yang akan mencapai sukses.

Dan Muhammad SAW berangkat memimpin kaum Muslimin menuju Uhud. Di Syaikhan beliau berhenti. Dilihatnya di tempat itu ada sepasukan tentara yang  identitasnya belum  dikenal. Ketika ditanyakan, kemudian diperoleh keterangan,  bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi sekutu Abdullah bin Ubay. Nabi bersabda, "Jangan meminta pertolongan orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik, sebelum mereka masuk Islam!"

Pagi-pagi sekali, kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak musuh itu berada di belakang mereka. Selanjutnya Muhammad SAW mengatur barisan para sahabat. Lima puluh orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung.

"Lindungi kita dan belakang, sebab kita khawatir mereka akan mendatangi kita dari belakang. Dan bertahanlah kalian di tempat itu,  jangan  ditinggalkan!  Kalau kalian melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga kami memasuki pertahanan mereka, kalian jangan meninggalkan tempat. Dan jika kalian melihat kami diserang  jangan membantu. Tugas kalian adalah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab  dengan serangan panah kuda itu takkan dapat maju," pesan Rasulullah.

Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan menyerang siapa pun, sebelum beliau memberi perintah menyerang.

Adapun  pihak  Quraisy, mereka pun sudah menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedang sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Bendera diserahkan kepada Abdul Uzza Talhah bin Abi Talhah. Wanita-wanita  Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan  itu. Kadang mereka di depan barisan, kadang di belakangnya. Mereka dipimpin oleh Hindun binti Utbah, isteri Abu Sufyan.

Kedua belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing telah siap mengerahkan  pasukan. Yang selalu teringat oleh Quraisy adalah peristiwa Badar dan korban-korbannya. Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin Allah SWT serta pertolongan-Nya. Rasulullah berpidato memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu. Beliau menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka tabah.

Perang pun pecah. Budak-budak Quraisy dan Ikrimah bin Abu Jahal yang berada di  sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu Amir dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang.

Ketika itu juga Hamzah bin Abdul Muthalib berteriak, "Mati, mati!" Lalu terjun ke tengah-tengah tentara Quraisy itu.

Pekik takbir menggema dari kalangan Muslimin seraya melancarkan melancarkan serangan. Pihak Quraisy pun tak mau kalah, mereka menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran. Darah mereka mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang tewas setahun lalu di Badar.

Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, kini berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya cuma satu, balas-dendam! Dendam yang tak pernah pupus sejak Perang Badar. Sedang jumlah yang lebih kecil, motifnya adalah mempertahankan akidah, iman dan agama Allah.

Mereka yang menuntut balas itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat, dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Di belakang mereka, kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak dan menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas kematian ayah, saudara, suami atau orang-orang yang dicintai lainnya, yang terbunuh di Badar.

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling  berani. Ketika terjadi Perang Badar dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan. Seperti juga dalam Perang Badar, dalam Perang Uhud ini pun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan (Syaif Allah) yang tajam. Ia berhasil menewaskan Arta bin Abd Syurahbil, Siba' bin Abdil Uzza Al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya, tidak luput dari sabetan pedangnya.

Hindun telah menjanjikan Wahsyi—orang Abisinia dan budak Jubair bin Mut'im—akan diberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair bin Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya terbunuh di Badar, berkata padanya, "Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau kumerdekakan!"

Wahsyi pun berhasil membunuh Hamzah, paman Rasulullah. Hamzah, si pedang Allah, menjemput syahid di Uhud, terkena sambaran tombak Wahsyi. "Ketika terjadi  pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia. Kemudian kulihat dia di tengah-tengah orang banyak sedang membabati orang dengan pedangnya. Tombak kuayunkan-ayunkan, lalu kulemparkan, dan mengenai sasaran di bawah perut Hamzah. Kubiarkan tombak itu sampai dia tewas. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku, lalu kembali ke markas. Aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu. Aku membunuh Hamzah agar dimerdekakan dari perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Makkah, ternyata aku dimerdekakan," kata Wahsyi menuturkan kisahnya membunuh Hamzah.

Pertempuran berat sebelah itu, antara 700 orang Muslim melawan 3.000 kaum Musyrik Quraisy berhasil dimenangkan kaum Muslimin. Kemenangan Muslimin dalam Perang Uhud pada pagi hari itu sebenarnya adalah suatu mukjizat. Adakalanya orang menafsirkan, bahwa kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad SAW mengatur barisan pemanah di lereng bukit, merintangi pasukan berkuda dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju dan tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang benar. Tetapi juga tidak salah, kegagahan dan keberanian 600 orang Muslimin yang menyerbu pasukan yang jumlahnya lima kali lipat lebih banyak itu pun karena motifnya adalah iman.

Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan melebihi kepandaian pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada kebenaran, maka ia takkan goncang oleh kekuatan materi, betapapun besarnya. Semua kekuatan batil yang digabungkan  sekalipun, takkan dapat menggoyahkan kebulatan tekad itu. Oleh sebab itulah, pasukan berkuda Quraisy kocar-kacir. Dan hampir-hampir pula wanita-wanita  mereka pun akan menjadi tawanan perang yang hina dina.

Kaum Muslimin kini mengejar musuh sampai mereka meletakkan senjata di mana  saja asal jauh dari bekas markas mereka. Kaum Muslimin kini mulai memperebutkan   rampasan perang. Alangkah banyaknya jumlah rampasan perang itu! Hal ini membuat mereka lupa, dan mengikuti terus jejak musuh, karena sudah mengharapkan kekayaan duniawi.

Hal ini dilihat pula oleh pasukan pemanah yang oleh Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung  itu, sekalipun mereka melihat kawan-kawannya diserang. Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan perang itu, satu sama lain mereka berkata, "Kenapa kita masih tinggal di sini dan tidak berbuat apa-apa. Allah telah menghancurkan musuh kita. Mereka, saudara-saudara  kita  itu,  sudah   merebut markas musuh. Ayo kita ke sana, ikut mengambil rampasan perang!"

Yang seorang lagi tentu menjawab, "Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan meninggalkan tempat kita ini? Sekalipun mereka diserang!"

Yang pertama berkata lagi, "Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal di sini terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu."

Lalu mereka berselisih. Saat itu juga, tampil Abdullah bin Jubair, berpidato agar mereka jangan melanggar perintah Rasul. Namun sebagian besar tidak patuh. Mereka pun meninggalkan pos pertahanan. Yang tertinggal hanya beberapa orang  saja, tidak sampai sepuluh orang.

Seperti kesibukan Muslimin yang lain, para pemanah yang ikut bergegas meninggalkan posisinya itu pun sibuk pula dengan harta rampasan. Pada saat itulah Khalid bin Walid mengambil kesempatan, sebagai komandan kavaleri Makkah, ia mengerahkan pasukannya ke tempat pasukan pemanah, dan berhasil menghancurkannya.

Pihak Muslimin sangat sibuk memerhatikan soal rampasan perang. Di tengah keaadaan yang demikian, tiba-tiba Khalid bin Walid berseru sekuat-kuatnya, dan  membalikkan anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya sudah terpukul mundur kini kembali maju dan menyerang pasukan Muslimin dengan pukulan maut yang hebat. Bencana pun berbalik.

Barisan kaum Muslimin sudah centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah,  pahlawan-pahlawan teladan telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya   berjuang dengan perintah Allah hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri sendiri dari cengkraman maut.

Pada saat kondisi sedemikian kacau, muncul rumor bahwa Rasulullah telah terbunuh. Begitu Quraisy mendengar Nabi Muhammad terbunuh, mereka terjun mengalir ke  jurusan tempat di mana tadi beliau berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya atau ikut memegang peran di dalamnya.

Ketika itulah Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi segera mengelilinginya,  menjaga dan melindunginya. Iman mereka tergugah kembali, keberanian mereka  makin bertambah bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah  mengenai diri Nabi.

Wajah Rasulullah terluka, gigi gerahamnya tanggal. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajah Rasulullah menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpa Rasulullah itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash. Rasulullah dan para sahabat mundur dan mendaki Gunung Uhud, dengan demikian mereka dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.

Ketika balatentara Islam sibuk mendaki Gunung Uhud, tiba-tiba Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas  bukit. Tetapi Umar bin Al-Khathab dan beberapa orang sahabat Rasul segera menyerang dan berhasil mengusir mereka.   Sementara itu, kaum Muslimin sudah makin tinggi mendaki gunung.

Namun keadaan mereka sudah begitu payah dan letih, sampai-sampai Nabi SAW melakukan shalat Zuhur sambil duduk—juga karena luka-luka yang dideritanya. Demikian juga kaum Muslimin yang lain, mereka shalat di belakang Rasulullah sambil duduk pula.

Sebaliknya pihak Quraisy, sangat girang dengan kemenangan ini. Mereka merasa telah membalas dendam kekelahan Perang Badar. Seperti kata Abu Sufyan, "Yang sekarang ini untuk peristiwa Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan!"

Tetapi istrinya, Hindun binti Utbah, tidak cukup puas hanya dengan kemenangan, dan  tidak cukup hanya dengan tewasnya Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia dan rombongannya menyiksa mayat-mayat Muslimin; mereka memotongi telinga dan hidung mayat kaum Muslimin. Hindun juga membedah perut Hamzah, mengeluarkan jantungnya, lalu mengunyahnya.

Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri, Quraisy pun pergi. Kini kaum Muslimin kembali ke garis depan guna menguburkan mayat-mayat pasukan Islam. Kemudian Rasulullah mencari jenazah Hamzah, pamannya.

Ketika Rasulullah melihat kondisi jenazah pamannya, yang dianiaya dan dibedah perutnya, beliau sangat sedih. "Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti engkau ini. Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu menimbulkan amarahku seperti  kejadian ini," ujarnya.

Lalu katanya lagi, "Demi Allah, kalau pada suatu ketika Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab."

Namun Allah SWT menurunkan firman-Nya: "Dan kalau kamu mengadakan pembalasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan." (QS An-Nahl: 126-127)

Rasulullah kemudian memaafkan mereka, ditabahkannya hatinya dan beliau melarang  orang-orang melakukan penganiayaan. Diselubunginya jenazah Hamzah dengan mantelnya lalu dishalatkannya.

Nabi SAW kemudian memerintahkan supaya korban-korban itu dikuburkan di tempat mereka menemui syahid, demikian pula dengan jenazah Hamzah. Setelah itu, kaum Muslimin berangkat pulang ke Madinah, dibawah pimpinan Rasulullah, dengan meninggalkan 70 orang syuhada.

Kepedihan terasa melecut hati mereka; karena kehancuran yang mereka alami setelah  mendapat kemenangan. Semua ini terjadi karena pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Sementara kaum Muslimin terlalu sibuk mengurusi rampasan perang dari pihak musuh.




Rabu, 22 Januari 2014

MENDIDIK ANAK MENURUT SYARIAT ISLAM


Bismillahirrohmanirrohiim

Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?

Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar

Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ’sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak.

“Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada saja alasan mereka!”

Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya. Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah jamak para ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat. Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak.

Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.

Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!”

Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.

Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh.

Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.



Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini

Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).

Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.

Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah. Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah.

Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.

Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.

Kerjasama Ayah dan Ibu

Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.

Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat. Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”

Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat

Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.

Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.

Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan Islam.

Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah. []
Sembilan Tips Mendidik Anak Taat Syariah:

Tumbuhkan kecintaan pertama dan utama kepada Allah.
Ajak anak Anda mengidolakan pribadi Rasulullah.
Ajak anak Anda terbiasa menghapal, membaca, dan memahami al-Quran.
Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dan kasih sayang Allah.
Siapkan reward (penghargaan) dan sakgsi yang mendidik untuk amal baik dan amal buruknya.
Yang terpenting, Anda menjadi teladan dalam beribadah dan beramal salih.
Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum usia balig.
Ramaikan rumah, mushola, dan masjid di lingkungan Anda dengan kajian Islam, dimana Anda dan anak Anda berperan aktif.
Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya, dan dakwah Islam.

Wallahu a`lam

KEUTAMAAN SHOLAT TAHAJUD


Bismillahirrohmanirrohiim

Umar bin Abdil Aziz adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayah yang dikenal adil. Begitu adilnya sehingga dia disejajarkan dengan Sayidina Umar bin Khattab r.a. Karena namanya sama, maka dia pun disebut dengan panggilan Umar II atau Umar Ats-Tsani. Selama memerintah, seluruh waktunya dia abdikan untuk kesejahteraan rakyat, baik kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi.

Selain adil, dia juga sangat wara’. Dia begitu hati-hati dengan harta negara atau harta kaummuslimin, sehingga tak mau menyentuhnya barang sedikit pun.

Dia pun ahli ibadah. Siang hari dipakai melayani rakyat, malam hari untuk beribadah kepada Allah. Setiap malam dia selalu bangun dari tidurnya di kala semua orang terlelap dalam, lalu dia cari masjid yang ditinggalkan orang. Di situ dia melaksanakan salat tahajud sebanyak yang dia mampu.

Bila datang waktu sahur (penghujung malam, menjelang subuh), dia meletakkan dahi dan pipinya di atas tanah. Dia terus menangis sampai terbit fajar. Itulah kebiasaannya setiap malam.

Suatu kali dia melakukan hal demikian seperti biasa. Ketika dia mengangkat kepala, dan rampung dari salat serta memelasnya, dia mendapati secarik kertas berwarna hijau. Ada cahaya yang memancar dari langit pada kertas itu. Di situ tertulis, “Ini adalah pembebasan dari neraka untuk Umar bin Abdil Aziz dari Dzat Mahadiraja yang Mahaperkasa.”

Salat malam atau tahajud memang sarat rahasia. “Salat dua rakaat di malam hari adalah khazanah atau simpanan kekayaan di akhirat kelak,” tulis Zainuddin Ali Al-Malibari dalam kitabnya Hidayatul Atqiya’. Betapa tidak. Nabi SAW bersabda, “Manusia bakal dikumpulkan di satu tanah berdataran tinggi. Lalu terdengar seruan, ‘Di manakah orang-orang yang lambungnya menjauh dari pembaringan lalu melakukan salat (malam), sedang mereka tergolong orang yang sedikit.’ Kemudian masuklah mereka ke sorga tanpa dihisab.”

Khazanah atau simpanan kekayaan itu sangat kita butuhkan nantinya. Bakal menyelamatkan kita di hari tiada sanak, tiada anak. Alhasil, tiada siapapun yang mau menolong kita di hari itu, kecuali khazanah tersebut. Makanya, kata Syekh Zainuddin, “Perbanyaklah khazanah-khazanah lantaran kau pasti bakal membutuhkannya.”

Salat tahajud akan menyelamatkan kita dan memasukkan kita, dengan izin Allah, ke dalam sorga. Begitulah ditegaskan oleh Rasulullah SAW. “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan (orang miskin), sambunglah tali famili, dan lakukan salat malam sementara orang-orang tidur, niscaya kamu masuk sorga dengan selamat.”

Imam Al-Junaid adalah sufi yang mengisi malam-malamnya dengan salat tahajud. Setelah wafatnya, ada orang yang bermimpi melihat dia. “Apa yang diperbuat Allah kepada Guru?” tanya orang itu dalam mimpi.

Al-Junaid menjawab, “Sirna segala isyarat, hilang semua kata, punah seluruh ilmu, memuai segala perlambang. Tidak ada yang bermanfaat pada kami kecuali rakaat-rakaat kecil yang kami laksanakan di waktu sahur.”

Maksudnya, semua isyarat yang pernah diberikan Imam Al-Junaid kepada murid-murid, seluruhnya punah, binasa, dan tiada berpahala. Semua kata yang pernah dia ucapkan di kala mengajar hilang tak berbekas, tanpa menyisakan pahala. Perlambang-perlambang yang pernah dia sampaikan kepada murid-murid pemulanya, semua meranggas, dan Al-Junaid tak meraih pahala darinya. Pahala hanya dia peroleh dari salat-salat sunnah yang dia kerjakan di malam hari. Maksudnya, semua hal ini tidak dia dapatkan balasannya karena pada galibnya amal-amal demikian bercampur riya’ dan penyakit-penyakit hati lainnya, kecuali salat-salat sunnah di malam hari.

Imam Al-Junaid mengatakan hal itu, tidak lain, adalah untuk mendorong orang supaya bertahajud, di samping untuk menunjukkan keutamaan salat tahajud. Pasalnya, beliau adalah orang yang amalnya jauh dari kecampuran riya’ dan semacamnya. Betapa tidak, beliau adalah pemimpin para sufi.

Alhasil, salat tahajud sangat istimewa. Ibadah ini relatif lebih mudah untuk dilaksanakan dengan hati ikhlas karena Allah semata. Sebab, inilah amal yang tidak dilihat oleh orang lain. Jadi, kalau orang melakukan salat tahajud, dia mau pamer (riya’) kepada siapa? Tidak ada, karena semua orang sedang tertidur lelap.

Begitu istimewa sehingga inilah satu-satunya salat di luar salat lima waktu yang perintahnya ada dalam Al-Quran secara eksplisit – meski perintah itu ditujukan kepada Nabi SAW.

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad SAW.), beribadahlah kamu sepanjang malam kecuali sedikit saja (dari malam).” (Al-Muzzammil: 1-2)

Bagi Nabi SAW, salat malam hukumnya fardhu, sedang untuk umatnya adalah sunnah, yakni sunnah yang kuat. Begitu kuat kesunnahannya, sampai-sampai Nabi bersabda, “Seutama-utama salat setelah salat lima waktu ialah salat malam.”

Bukan hanya Nabi Muhammad SAW, para nabi sebelum beliau pun membiasakan salat malam ini. Bersabda beliau, “Hendaklah kalian melakukan salat malam karena itu merupaklan tradisi orang-orang saleh sebelum kalian.”

Imam Abu Yazid Al-Busthami punya cerita. Di masa kecilnya, beliau belajar di pesantren. Suatu kali, beliau membaca Al-Quran di rumah. Ketika sampai pada surah Al-Muzzammil, dia bertanya kepada ayahandanya, “Ayah, siapakah orang ini yang diperintah Allah supaya salat malam?”

Sang ayah menjawab, “Anakku, beliau adalah junjungan kita Nabi Muhammad SAW.”

Al-Junaid kecil bertanya lagi, “Lalu mengapa Ayah tidak mengerjakan apa yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW?”

“Anakku, itu adalah kehormatan dari Allah untuk beliau.”

Al-Junaid meneruskan ngaji Qur’annya. Ketika dia sampai pada bacaan: “Wa thaa’ifatun minal ladziina ma’ak” (dan melakukan salat malam pula, sekelompok orang yang bersamamu ) di surah Al-Muzzammil, dia bertanya, “Ayah, siapakah mereka?”

“Mereka adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW.”

“Ayah, mengapa Ayah tidak berbuat seperti mereka?”

“Anakku, Allah menguatkan mereka untuk beribadah malam.”

“Ayah, tidak ada kebajikan bagi orang yang tidak mau mencontoh Nabi Muhammad dan para sahabat beliau.”

Sejak itu ayah Al-Junaid terpanggil untuk selalu salat malam. Suatu kali si anak berkata kepada bapaknya, “Ayah, tolong ajari aku salat malam.”

Tapi bapaknya melarang. “Anakku, kamu masih kecil.”

Si anak berkata, “Ayah, kelak kalau Allah mengumpulkan seluruh makhluk di hari kiamat, dan menyuruh para penghuni sorga supaya masuk ke dalamnya, aku akan melapor, ‘Tuhan, aku sudah hendak salat malam, lalu ayah saya mencegah saya’.”

Bapaknya mati kutu. “Anakku, berdirilah, mari salat malam.”

Para ulama dan para sufi juga sangat gemar melaksanakan salat malam ini. Sampai-sampai ada seorang sufi yang berkata, “Tak ada yang membuatku sedih kecuali mendengar azan subuh.”

Allah memberikan sanjungan dan pujian bagi orang-orang selalu mendirikan shalat tahajud dalam QS. As Sajdah: 16

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ("Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengerjakan shalat malam") sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka" (As Sajdah: 16)

Dan sanjungan Allah kepada kaum lainnya dengan firmanNya, QS. Adz Dzariyaat: 17-18

كَانُوا قَلِيْلاً مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ وَبِالأَسْـحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)"

QS. Al Furqaan: 64

وَالَّذِيْنَ يَبِيْتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

"Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka"

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi Saw. bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

"Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat"

Rabi’ah Al-Adawiyah, bila malam buta tiba, selalu menyempatkan diri untuk melakukan salat dan munajat. Dia beribadah malam dan bermunajat di malam hari dengan begitu “mesranya”. Seolah dia hanya berdua saja dengan-Nya, “ketika raja-raja telah menutup pintu gerbangnya.”

Salat malam memang bisa menjadi sarana yang sangat efektif untuk bertaqarrub atau mendekatkan diri pada Allah. Senyapnya suasana di malam buta bisa membantu kita untuk merasakan “kehadiran-Nya” dan untuk lebih khusyu’ dalam salat kita. Sabda Rasulullah SAW, “Salat malam juga taqarrub bagi kalian, media bagi kalian untuk mendekat dan berdialog dengan Tuhan kalian. Salat malam pun penebus bagi kesalahan-kesalahan, pencegah dosa-dosa, dan penghalau penyakit di badan.”

Juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi saw. bersabda:

عَلَيْكُمْ بِـقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِـيَامَ اللَّيْلِ مَقْرَبَةٌ لَكُمْ إِلَى رَبِّـكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ اْلإِثْمِ وَمُطَرِّدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ (صححه الحاكم ووافقه الذهبى

"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusir penyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308)

Dan ternyata sabda Rasulullah saw. memang benar-benar terbukti secara ilmiah yaitu dimana salat malam memang bisa menyembuhkan penyakit. Dr. Moh. Soleh, ahli kedokteran dari Unair Surabaya, telah membuktikan hal itu melalui penelitian ilmiyah untuk disertasinya yang berjudul “Terapi Salat Tahajud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit.” Dalam disertasi yang sekarang telah dibukukan itu dia menjelaskan salat tahajud itu positif dapat menyembuhkan dan menangkal berbagai penyakit, terutama penyakit jantung. Sebab, salat tahajud yang dilakukan dengan ikhlas dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit.

Selamat mencoba khasiat shalat tahajud.....wahai saudaraku semua, dan buktikan sendiri manfaatnya.


Wallahu a`lam